“….Aku Balkadaba
Aku mengurai diri jadi kristal
Aku bertopeng cahaya palsu
Kupompa teknologi menuju budaya tanpa kecerdasan
Kristalku memancar melalui gelombang
Memecah pikiran manusia sampai terkeping-keping
Menyeret hati mereka ke ruang-ruang gampa
Membanting jiwa manusia hingga terputus saraf-sarafnya…”
“….Aku berpesta pora
Bersama kerumunan manusia
Yang mripatnya telah tiba pada kesanggupan yang terendah dan hina
Yakni melihat hanya beberapa warna yang paling sederhana
Serta membaca kekerdilan angka-angka
Akulah Balkadaba, kupecah diri jadi jutaan kadal-kadal
Menelusup di balik rerumputan, berhijab rimbun dedaunan
Kadal-kadalku mengepung rumahmu
Menyandera tanah, air dan pepohonanmu
Kadal-kadalku menyamar jadi berbagai jenis binatang dan manusia
Aku hadir dan menguasai pasarmu, tanpa bisa kau perhatikan
Kadal-kadalku datang untuk kalian remehkan
Karena meremehkan adalah awal mula kekalahan
Kadal-kadalku berkeliaran supaya tak kalian perhitungkan
Sebab tak dihitung orang adalah modal utama kemenangan
Aku memenuhi bumi agar terlupakan
Aku menguntit ke manapun langkah kalian
Kutandai jalan peradaban kalian yang membentang
Yang segera berujung di gerbang kehancuran….”
"....Inilah pantun-pantun bertutur
Ungkapan-ungkapan enteng dari Jawa Timur
Diluk ngkas kudu milih capres-cawapres ngelindur
Padahal utang ga iso-iso nyaur
Lho Pakde Karwo ilo dadakno dadi Gubernur
Pinter golek wakil arek ngganteng jenenge Saipul
Awas nek pethitha-pethithi thok pamer brengos prestasi dengkul
Sido tak gimer uleg ledheh nganggo bokonge Inul..."
“…Tak perlu habiskan waktu memperdebatkan neo-liberalisme. Itu barang lawas, resminya sejak Kultuurstelsel kerja paksa 1830-1870, cuma sekarang caranya sangat canggih, halus dan tidak kentara. Modal utamanya adalah kebodohan rakyat, yang setiap zaman dibikin lebih bodoh dan lebih bodoh lagi: sejak van de Venter datang dengan politik etis, hingga foundation jaman sekarang. Uang hasil perampokan global disisihkan 1-2% untuk biaya pura-pura menolong rakyat kecil. Negara itu papan nama omong kosong, apalagi kalau Pemerintahnya hanya menjadi makelar modal internasional, sehingga memilih pejabat-pejabatnya berdasarkan kepentingan itu….”
Acara yang diselenggarakan di Balai Pemuda 9-10 Juni 2009 dengan menghadirkan Emha Ainun Najib (Cak Nun) dengan Kiai Kanjeng berlangsung meriah. Pengemasan puisi2 dengan diselingi musik kiai Kanjeng beraliran bebas, kadang dangdut, jazz, bahkan ada rapp nya juga. benar2 kreatif. dan juga ada beberapa bait mengenai pantun2 jawa timuran.
sedangkan isi dari puisinya mengenai kritik kepada pemerintah. bahkan disampaikan bahwa presiden sendiri tidak bisa membedakan antara 'negara', 'pemerintah', 'umat', 'rakyat'.
tapi dilihat dari sisi subjektif ,saya kurang memahami inti dari puisi tersebut. Benar kata Cak Nun bahwa di masyarakat kita tidak ada budaya membaca/mendengarkan puisi. yang ada malah 'drama' yang mudah ditangkap maksud dan tujuannya. bahkan Cak Nun sendiri 'mengkritik' penontonnya dengan mengatakan, " pas bagian lucu, telat ngguyune. pas bagian yang harusnya bikin mikir malah ga ada yang ngrespon"
Huhuhu pengen bgt ntn2 kek ginih, skali ntn cak nun n kiai kanjeng pas kuliah. Mo sering2 ke TIM ato utankayu dah ga ada tmnna lagi. Cuba tante tac dijkt, qta bs ntn teater or musikalisasi puisi brg2 :-D
ReplyDeleteberarti gw termasuk manusia yg tidak berbudaya dunx:(
ReplyDeletesecara baca puisi aja cekot2, sussah untuk menangkap Fakta Dibalik Kata [silet-siletan]
-tolong bu tac, terjemahkan isi puisi tersebut-
katanay mo pentas dengan seri yang sama di jakarta tanggal 20 nanti
ReplyDeletetapi ga tahu tempatnya
coba gugling dulu
walah...kemaren aja sempat beberapa kali hampir ketiduran je
soalnya ga mudeng apa yang diomongin
hehehe
aih...ternyata setali tiga uang dengan saya bu'...
ReplyDeletehehehhe
whukekekekkk....
ReplyDeleteaq melok turu tik...zzzzzzzzzzzzzzz............
Yo wis, ga jadi diajak, drpada tidur smua...
ReplyDeleteSABUDI (sastra budaya indonesia)
ReplyDeletemari kita jaga bersama!
huahahhahahaa
ReplyDeleteini nyindir syaiful jamil ya
huahahhahahaha