Friday, January 7, 2011

Kaliandra 1-2 januari 2011


acha banyak belajar dari perjalanan ini. mengenal tanaman putri malu, bertemu tupai, meniup bunga dandelion, mendengar suara 'kong..kong...' dan banyak hal lainnya

Terkadang ajakan jalan2 itu datang di saat yang tidak terduga. Seperti halnya awal tahun ini, saya dan satu teman saya berencana untuk main ke malang. Entah nantinya nginep atau tidak, yang penting kami sudah menginjakkan kaki di kota itu. Tapi sepertinya tawaran yang datang dari teman2 lainnya lebih menggiurkan : menginap di kaliandra, sebuah resort,ekowisata, tempat menginap dan ada tempat buat outbond juga. Wow… kalo malang kan bisa datang kapanpun sedangkan kaliandra pasti jarang2.


Total peserta delapan orang, (dan bertambah satu keluarga dengan 2 anak dan pembantu yang menyusul belakangan), dan berbekal mobil dinas kantor salah satu teman, kami meluncur ke TKP. Sempat macet di jalan raya porong dan jalan menuju taman safari. Untuk informasi, kaliandra bisa ditempuh dengan berbagai jalur,salah satunya adalah lewat taman safari, sebelum sampai ke pintu masuk,belok ke kanan (ada papan petunjuknya kok). Sempat sport jantung karena mobil yang kami tumpangi kurang handal di tanjakan, apalagi posisi macet. Bahkan mobil di belakang kami pun jaga jarak yang cukup jauh, mengantisipasi kalo-kalo mobil kami bakal ‘lari ke belakang’. Saya yang duduk di bangku paling belakangpun waswas soalnya bau kanvas rem nya begitu menyengat. Tapi perjuangan selama 4 jam terbayar sudah ketika mobil sampai ke tempat yang dituju.


Kesan pertama ketika menjejakkan kaki di kaliandra ini adalah :KEREN! Suasana pedesaannya dapet banget. Jauh dari deru kendaraan, polusi kendaraan, suara televisi, dan suara keduniawian lainnya. Yang ada ‘hanya’ suara alam : jangkrik, suara binatang lainnya, hembusan angin, percikan air kolam, tawa orang2 yang sedang bermain di area outbond,gamelan. Cocok bagi orang yang ingin menyepi, menenangkan pikiran dan jiwa, atau sekedar ingin mendekat ke alam.


Dari petugasnya diperoleh keterangan kalo ada area terlarang untuk dikunjungi oleh umum. Kami pikir ada hawa2 mistisnya, karena di dalam resort banyak terdapat patung2, stupa dan boneka jerami seperti orang2an sawah. Tapi ternyata area terlarang itu adalah villa Pribadi sang pemilik resort, yang katanya punya darah campuran Indonesia-belanda. Bangunan di area atas lebih keren lagi, seperti istana dengan kolam teratai di bagian depan dan kolam renang Pribadi bagian belakang. Semakin keatas, ada villa yang katanya untuk tamu2 sang pemilik. Taman dan tanaman tertata rapi, hampir di setiap jenis tanaman ada tulisan yang menjelaskan nama tanaman dan keterangan lainnya.


Pagi hari kami bermaksud trekking ke air terjun. Sebenarnya disini disediakan guide yang memandu trekking tersebut, namun tariff yang dipatok lumayan mahal. 50 ribu untuk satu pengunjung. Dan kami terlalu pelit untuk mengeluarkan uang sebanyak itu :P. akhirnya diputuskan jalan tanpa pendamping sama sekali. Keluar dari penginapan kearah kiri, terlihat jalur air terjun di tengah2 gunung. WAKS! Jauh sekaliiii… apa lagi ketika kami bertanya kepada orang local, keterangan yang diberikan beda2. Ada yang bilang 5-6 jam, ada yang bilang 10 km. ada juga yang bilang ada sebuah air terjun yang lebih dekat, sekitar 30 menit menuju kesana, tapi ‘ancer2’ yang diberikan kurang jelas, sehingga tanpa diduga kami mengikuti kea rah air terjun yang jauh. Perjalanan diikuti 9 orang dan satu anak perempuan sekitar usia 6 tahun, menembus perkebunan dan jalan setapak yang terus menanjak. Saya salut dengan Acha, anak perempuan tadi, karena tetap menjaga janjinya untuk tidak minta digendong kalo mo ikut jalan2. Sedangkan kami yang sudah tua saja udah pegel dimana2 *berasa sangat tua*


Beberapa kali kami mendengar suara gemuruh air terjun, yang kadang hilang dan kadang terdengar. Sempat juga mo balik ke penginapan karena tanda2 keberadaannya tidak kunjung kelihatan, ditambah sempat gerimis di tengah hutan. Semakin jauh kami melangkah dan ketemu juga, sampai akhirnya salah satu teman kami tersadar bahwa suara air terjun itu bersumber dari air terjun yang masih tetap kelihatan di tengah gunung dari jarak kami memandang. Masih cukup jauh untuk mencapai ke lokasi. Seperti halnya ketika kita menatap gunung didepan kita, terlihat dekat tapi sebenarnya sangat jauh. Kami pun memutuskan pulang setelah 1,5 jam lebih berjalan tanpa tentu arah itu. Sedikit kecewa juga, namun apa daya karena keterbatasan waktu, tenaga dan tanpa bekal sama sekali –bahkan air minumpun cum a segelas untuk Acha. Bahkan trekking pun kami masih pakai piyama…hahaha…


Total trekking sekitar 3 jam, dan sesampai di penginapan tepat waktu adzan dhuhur, setelah bersih2 badan dan makan siang, dua teman kami memilih pijat tradisional, sementara saya dan teman saya memilih mengikuti ‘kelas membatik’. Pelajaran yang didapat adalah kreatifitas, kesabaran dan ketekunan. Membatik itu susah, teman! Saya jadi bisa lebih menghargai karya seni :P

16 comments:

  1. itu kan dekat sekali, anak muda!
    *sok bgt ga sih?

    ReplyDelete
  2. huahahahahahaha... itu motif apaaaaaaaaa?
    digimon ya?

    ReplyDelete
  3. untung mobilmu ga mogok. pengalaman kondangan k garut kmrn. mobil uda bau angus masih aja diajak jalan, akhirnya mogok beneran di tengah tol. dan kabr buruknya, biaya derek dan bengkel itu sangat MAHAL, jendral!

    ReplyDelete
  4. sombongsekali kau anak muda

    jaraknya tidak terasa semakin dekat dari penginapan, yang membedakan adalah suara air terjunnya

    ReplyDelete
  5. rasakno!! makanya jd orang jgn pelit2
    kalopun pelit musti jangan banyak tanya, sesat di jalan kan?? :P

    ReplyDelete
  6. astaga!!
    dah ketularan kecentilannya mbak'yu sapari

    ReplyDelete
  7. faktanya adalah: keterampilan tangan gw sangat jauh di bawah standar
    tp klo liat hasil batik ini gw bahagia
    ada yg senasib :))))

    ReplyDelete
  8. loh saya pikir waktu itu liat sekilas sosok mirip dikau

    ternyata bukan ya

    ReplyDelete
  9. I dont wanna hear that especially from you, auntie...

    until you tried it by yourself

    ReplyDelete